Tanggal: 16 Februari 2025
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) baru-baru ini melaporkan kemunculan sebuah penyakit misterius di Republik Demokratik Kongo (DRC) yang menimbulkan kekhawatiran di kalangan para ahli kesehatan. Wabah ini terutama terjadi di desa-desa Boloko dan Bomate, di mana gejala awal pada anak-anak yang terinfeksi termasuk demam, sakit kepala, diare, dan kelelahan. Dalam beberapa kasus, kondisi pasien memburuk hingga mengalami muntah darah.
Direktur Medis Rumah Sakit Bikoro, Dr. Serge Ngalebato, mengungkapkan bahwa situasi di kedua desa tersebut sangat berbeda. Di desa Boloko, jumlah kasus meningkat dengan cepat, berujung pada kematian. Menyikapi situasi darurat ini, Kantor WHO untuk Afrika menekankan perlunya respons cepat dalam mengidentifikasi dan menyelidiki penyebab wabah. Tindakan ini termasuk penguatan pengawasan, isolasi pasien, serta manajemen kasus.
Penyebab pasti dari wabah ini masih dalam penyelidikan. Beberapa diagnosa awal yang sedang diperiksa meliputi malaria, demam berdarah, keracunan makanan, dan meningitis. Sejak tanggal 14 Februari, pemerintah setempat telah mengerahkan tim ahli untuk melakukan evaluasi langsung di lapangan. Berdasarkan laporan yang ada, hingga 15 Februari terdapat 431 kasus dengan 53 kematian terkonfirmasi di antara kedua desa tersebut.
Pada awal penyebaran penyakit, gejala-gejala yang muncul sangat bisa mirip dengan demam hemoragik, yang kerap disebabkan oleh virus yang ditularkan melalui hewan liar, khususnya kelelawar dan hewan pengerat lainnya. Sampel yang diambil dari Bomate menunjukkan hasil negatif untuk virus Ebola dan Marburg, virus yang biasa dikaitkan dengan wabah di wilayah tersebut. Namun, beberapa sampel juga menunjukkan infeksi malaria yang endemik di kawasan itu.
Dalam beberapa hari terakhir, kasus baru penyakit misterius ini terus bertambah. Laporan menunjukkan bahwa lima sampel tambahan dari Boloko juga diberikan untuk analisis, dan hasilnya negatif untuk kedua virus mematikan. Di tengah kondisi geografis desa yang terpencil, pakar kesehatan berharap solusi dapat segera ditemukan untuk mengekang penyebaran penyakit ini.
Dalam pandangan Profesor Paul Hunter, seorang ahli dari Universitas East Anglia, situasi ini memang sangat mengkhawatirkan. Meskipun demikian, regresi wabah serupa pernah terjadi di DRC pada bulan November dan Desember tahun lalu, menunjukkan bahwa wabah infeksi dapat muncul berulang kali dalam kondisi tertentu. Kluster sebelumnya teridentifikasi di Desa Boloko, sementara yang lebih baru tercatat di Desa Bomate, yang saling berdekatan.
Tidakkah ini menjadikan masyarakat setempat lebih rentan terhadap penyakit zoonosis, yang sering berpindah dari hewan ke manusia? Gabriel Nsakala, profesor kesehatan masyarakat di Universitas Pedagogi Nasional Kongo, menekankan bahwa selama kawasan hutan tetap ada, ancaman epidemik akan selalu ada. Hal ini terutama berlaku di tengah konflik bersenjata yang melanda Provinsi Kivu Timur, di mana kekerasan telah merusak infrastruktur layanan kesehatan dan mengakibatkan pengungsian besar-besaran dalam beberapa bulan terakhir.
Dengan berlanjutnya penyelidikan dan penguatan tindakan kesehatan masyarakat, diharapkan epidemi ini dapat dikendalikan sebelum menimbulkan dampak yang lebih luas. Penduduk, terutama yang tinggal dekat hutan, diimbau untuk memperhatikan kesehatan dan menjaga jarak serta menghindari kontak dengan hewan liar. Mari kita tetap waspada dan mendukung semua upaya yang dilakukan untuk menghadapi situasi sulit ini.
Comments