Undang-Undang Smoot-Hawley: Sebuah Bencana Ekonomi yang Memperparah Depresi Besar
Pada bulan Juni, sebuah kebijakan ekonomi kontroversial bernama Undang-Undang Tarif Smoot-Hawley disahkan di Amerika Serikat. Undang-undang ini, yang dipromosikan oleh Senator Reed Smoot dan politikus Willis Hawley, bertujuan untuk melindungi industri dan pertanian Amerika dari persaingan asing. Namun, alih-alih mencapai tujuan tersebut, undang-undang ini justru memperburuk kondisi ekonomi global dan berkontribusi pada Depresi Besar.
Undang-Undang Smoot-Hawley secara signifikan menaikkan tarif impor, dengan peningkatan berkisar antara 40% hingga 60% untuk sekitar 900 produk. Menurut Corporate Finance Institute (CFI), tujuan utama dari undang-undang ini adalah untuk melindungi petani dan sektor bisnis Amerika dari persaingan produk impor yang lebih murah. Para pendukung undang-undang ini berpendapat bahwa dengan membuat produk impor lebih mahal, konsumen Amerika akan lebih cenderung membeli produk dalam negeri, sehingga meningkatkan permintaan dan produksi di Amerika Serikat.
Undang-Undang Smoot-Hawley pertama kali diperkenalkan ke Kongres pada Mei 1929 dan kemudian disetujui oleh Presiden Herbert Hoover pada 17 Juni 1930. Pada saat itu, ekonomi global sedang mengalami masa-masa sulit. Perang Dunia I telah meninggalkan banyak negara Eropa dalam keadaan hancur, dan Amerika Serikat mengalami pertumbuhan ekonomi yang pesat selama tahun 1920-an. Namun, pertumbuhan ini tidak merata, dan banyak petani dan pekerja Amerika berjuang untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Meskipun niat awal dari Undang-Undang Smoot-Hawley mungkin baik, dampaknya sangat merusak. Alih-alih melindungi industri Amerika, undang-undang ini justru memicu perang dagang global. Negara-negara lain membalas dengan menaikkan tarif mereka sendiri terhadap produk Amerika, yang mengakibatkan penurunan tajam dalam perdagangan internasional. Selama dua tahun setelah penerapan Undang-Undang Smoot-Hawley, impor dan ekspor Amerika Serikat turun sekitar 40%. Penurunan perdagangan ini semakin memperburuk kondisi ekonomi global dan berkontribusi pada Depresi Besar.
Dampak Global dan Peran dalam Depresi Besar
Kebijakan tarif yang diatur dalam Undang-Undang Smoot-Hawley secara luas dianggap sebagai faktor yang memperburuk Depresi Besar, sebuah krisis ekonomi global yang dimulai pada tahun 1929 dan berdampak pada banyak negara di seluruh dunia. Depresi Besar ditandai dengan penurunan tajam dalam produksi industri, pengangguran massal, dan kebangkrutan bank. Jutaan orang kehilangan pekerjaan dan rumah mereka, dan banyak negara mengalami kesulitan ekonomi yang parah.
Sebuah anekdot yang dilaporkan dalam majalah The Economist menggambarkan dampak negatif dari undang-undang tersebut. Thomas Lamont, seorang penasihat presiden dan pemegang saham di bank investasi JP Morgan, mengatakan bahwa undang-undang itu mengintensifkan nasionalisme di seluruh dunia. Dia menambahkan, Saya hampir berlutut memohon Herbert Hoover (Presiden AS kala itu) untuk memveto undang-undang tersebut.
Undang-Undang Smoot-Hawley tidak hanya berdampak negatif pada ekonomi Amerika Serikat, tetapi juga pada ekonomi negara-negara lain di seluruh dunia. Ketika Amerika Serikat menaikkan tarif impor, negara-negara lain terpaksa melakukan hal yang sama untuk melindungi industri mereka sendiri. Hal ini menyebabkan penurunan tajam dalam perdagangan internasional dan memperburuk kondisi ekonomi global. Beberapa analis bahkan percaya bahwa undang-undang tersebut memainkan peran penting dalam dimulainya Perang Dunia II karena memperkuat posisi seperti yang diambil oleh Adolf Hitler.
Pada tahun 1920-an, para petani Eropa mulai pulih dari kehancuran yang disebabkan oleh Perang Dunia I. Namun, begitu ia menjabat, petani Amerika dan pemilik bisnis lainnya mulai melobi pemerintah untuk menerapkan tindakan perlindungan bagi para petani lokal. Pada tahun 1930, era proteksionisme perdagangan dimulai.
Proteksionisme dan Perang Dagang: Sebuah Sejarah yang Berulang?
Serangan tarif Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, baru-baru ini menempatkan dunia di ambang perang dagang baru yang penuh dengan ketidakpastian. Pada 2 April lalu, pada hari yang disebutnya sebagai Hari Pembebasan, Trump mengumumkan penerapan tarif sebesar 10% pada semua produk impor yang masuk ke AS. Tak hanya itu, dia juga menerapkan tarif yang lebih tinggi untuk puluhan negara, termasuk China (34%) dan Uni Eropa (20%), yang diklaim Trump menyebabkan AS mengalami defisit perdagangan yang besar.
Tindakan Trump memicu gelombang kritik terhadap Washington, dan tindakan balasan tarif telah mulai bermunculan dari sejumlah negara, termasuk China. Kenaikan tarif ini mempengaruhi berbagai macam impor. Tindakan ini mengingatkan banyak orang pada Undang-Undang Smoot-Hawley dan bahaya proteksionisme perdagangan.
Proteksionisme adalah kebijakan ekonomi yang bertujuan untuk melindungi industri dalam negeri dari persaingan asing. Kebijakan proteksionis biasanya melibatkan penerapan tarif impor, kuota, dan subsidi. Para pendukung proteksionisme berpendapat bahwa kebijakan ini dapat melindungi lapangan kerja, meningkatkan pertumbuhan ekonomi, dan mengurangi ketergantungan pada negara lain. Namun, para kritikus berpendapat bahwa proteksionisme dapat menyebabkan harga yang lebih tinggi, pilihan yang lebih sedikit bagi konsumen, dan penurunan perdagangan internasional.
Sejarah telah menunjukkan bahwa proteksionisme dapat memiliki konsekuensi yang merusak. Undang-Undang Smoot-Hawley adalah contoh klasik dari bagaimana kebijakan proteksionis dapat memperburuk kondisi ekonomi global. Ketika negara-negara menaikkan tarif mereka sendiri terhadap produk impor, hal itu dapat memicu perang dagang yang merugikan semua pihak yang terlibat.
Pelajaran dari Undang-Undang Smoot-Hawley
Undang-Undang Smoot-Hawley memberikan pelajaran penting tentang bahaya proteksionisme perdagangan. Kebijakan ini menunjukkan bahwa upaya untuk melindungi industri dalam negeri dengan menaikkan tarif impor dapat memiliki konsekuensi yang tidak diinginkan dan merusak ekonomi global. Alih-alih melindungi industri Amerika, Undang-Undang Smoot-Hawley justru memperburuk kondisi ekonomi global dan berkontribusi pada Depresi Besar.
Pelajaran dari Undang-Undang Smoot-Hawley relevan hingga saat ini. Di dunia yang semakin terglobalisasi, penting bagi negara-negara untuk bekerja sama untuk mengurangi hambatan perdagangan dan mempromosikan perdagangan bebas dan adil. Proteksionisme dapat menyebabkan perang dagang yang merugikan semua pihak yang terlibat. Sebaliknya, perdagangan bebas dan adil dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi, menciptakan lapangan kerja, dan meningkatkan standar hidup di seluruh dunia.
Selain itu, beberapa bank mulai bangkrut, dan perdagangan global turun sekitar 65%, menurut beberapa data. Pada akhirnya Depresi Besar terjadi selama satu dekade ke depan, memicu resesi ekonomi, penurunan tajam dalam pertumbuhan ekonomi dan menyebabkan jutaan orang menganggur.
Kesimpulan: Menghindari Kesalahan Masa Lalu
Undang-Undang Smoot-Hawley adalah pengingat yang kuat tentang bahaya proteksionisme perdagangan. Kebijakan ini menunjukkan bahwa upaya untuk melindungi industri dalam negeri dengan menaikkan tarif impor dapat memiliki konsekuensi yang tidak diinginkan dan merusak ekonomi global. Di dunia yang semakin terglobalisasi, penting bagi negara-negara untuk bekerja sama untuk mengurangi hambatan perdagangan dan mempromosikan perdagangan bebas dan adil.
Dengan mempelajari pelajaran dari masa lalu, kita dapat menghindari kesalahan yang sama dan membangun ekonomi global yang lebih kuat dan lebih sejahtera untuk semua. Penting untuk diingat bahwa perdagangan bebas dan adil dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi, menciptakan lapangan kerja, dan meningkatkan standar hidup di seluruh dunia. Proteksionisme, di sisi lain, dapat menyebabkan perang dagang yang merugikan semua pihak yang terlibat.
Oleh karena itu, para pembuat kebijakan harus berhati-hati dalam mempertimbangkan kebijakan perdagangan dan menghindari godaan untuk menerapkan kebijakan proteksionis yang dapat merusak ekonomi global. Sebaliknya, mereka harus fokus pada promosi perdagangan bebas dan adil, yang dapat menguntungkan semua negara yang terlibat.
Comments